Friday, April 27, 2007

Tugas PKn kelas VIII

SMP INSAN KAMIL

Mata pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas : VIII
Materi / Judul : PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
Kompetensi Dasar : Siswa mampu memahami pentingnya ideologi bagi
suatu bangsa




1. Uraikan secara singkat dan jelas istilah-istilah di bawah ini :
• Ideologi
(pengertian ideologi secara bahasa)
(pengerttian ideologi secara istilah atau secara umum)

• Komunisme
• Liberalisme
• Fasisme


2. Sebutkan beberapa ideologi negara lain, selain yang telah disebutkan di atas
(sebagai tambahan cari di buku LKS kelas VIII)



3. Coba cari beberapa keunggulan odeologi Pancasila dibandingkan dengan ideologi negara lain !
(misalkan bandingkan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Komunis)



4. Kenapa Ideologi Komunis tidak cocok dengan masyarakat Indonesia
(bisa dicari di buku paket dan buku LKS )


Catatan :

• Tugas dikerjakan secara berkelompok
• Satu kelompok maksimal terdiri dari 6 orang
• Hasil atau laporan tugas dibuat secara rapi dan tersusun sesuai urutan pertanyaan dan diketik komputer
• Setiap kelompok akan mendapatkan giliran untuk menerangkan hasil laporannya di depan kawan-kawannya
• Penilaian didasarkan dari :
o Kebenaran jawaban
o Bentuk laporan yang bagus dan rapi serta benar
o Penguasaan materi ketika menyampaikan materi di depan umum atau kawan-kawannya

Wednesday, April 25, 2007

are you happy to be moslem

Tulisan berdasarkan e mail dari ... (sorry lupa namanya.. ) ?????

Are You Happy To be Muslim?
"Are you happy to be Muslim?" adalah pertanyaan yang paling terakhir yang dilemparkan oleh salah seorang guru, dari sejumlah 12 pertanyaan yang telah disiapkan disebuah sekolah SD di Mottingham Primary School, Bromley, Kent, England.

" Tolong deh mbak..mereka minat banget sama Islam. Saya engga bisa ngomongnya, apalagi tentang Islam, wah pake bahasa Inggris lagi", pinta mbak Adila disuatu petang. Ah, dengan serta merta kusambut undangannya yang cukup menantang ini. Ini kesempatan baik, kufikir, untuk berda'wah walau dengan skala kecil dan basic. Dengan senang hati, saya bersedia memenuhi undangan dan pinta Adila ."Bener nih mbak, bisa ya.makasih banget lo ?". Adila meyakinkan dirinya.

Demikian, suatu pagi, dihari Kamis yang cerah, dengan izin Allah, saya berdiri didepan sebuah kelas untuk memperkenalkan apa itu Islam. Acara tsb dijadawalkan sekitar jam 9.15 pagi disebuah sekolah 'Mottingham Primary School' setara dengan SD, dikota kecil Mottingham, Bromley, Kent.

Kami naik kelantai atas dan nampak anak-anak sekitar usia 8-9 tahun serta 4 orang guru tengah menanti kedatangan kami. Kami disambut hangat. Anak-anak murid dari kelas sebelah dipanggil untuk bergabung, katanya ada sekitar 39-40 jumlahnya. Mereka masing masing mengambil tempat duduk. Mayoritas memang anak-anak berkulit putih. Anak-anak Inggris. Ada dua anak lelaki berkulit coklat, satu berkulit hitam dan satu perempuan berkulit coklat sawo matang. Ada pula satu anak, sepertinya turunan Arab yang ternyata ayahnya orang Iraq dan satu anak Indonesia yang bernama Rania.

Salah seorang guru membuka acara dan mengatakan bahwa anak-anak sudah menyiapkan pertanyaan tentang Islam...the children have already prepared some questions for you ' ujarnya dengan senyum yang begitu sumringah. Di papan putih, terpampang 12 pertanyaan yang terpantul dari laptop yang mereka gunakan.


Kitab Al-Quran yang cukup besar dan kecil, ukuran pocket size saya keluarkan dari tas, kemudian 1 tulisan kaligrafi hiasan dinding yang terbuat dari kayu hitam atau ebony yang saya beli di Poso, bertuliskan "Allah", sebuah sejadah, semuanya ditaruh di meja sedang poster berupa Pilar Islam saya lekatkan dipapan putih dengan perekat

'Good morning children...' ujarku, dengan senyuman yang saya obral semurah-murahnya, merekapun membalas kembali sapaan saya.. Lalu memperkenalkan diri, siapa, dari mana asalnya serta dimana tinggal. Sebelum saya menjawab pertanyaan mereka saya ingin memperkenalkan dulu apa itu Islam, 'Let me intoduce what is Islam first before I answer all your question? Is that ok? "Yeeeees..!" serempak, mereka setuju. Mereka nampak antusias sekali. .

'Islam..artinya damai dan penyerahan total' saya memulai. 'Islam means peace, submission and obidience....". Muslim percaya bahwa hanya ada satu Tuhan yang dinamakan Allah. Muslims believe that there is only one God, whose name in the Arabic language is Allah, sambil saya meminta mereka untuk menyebutkan kata-kata 'Allah', serempak mereka menyebut kata-kata A L L A H...saya minta mereka mengucapkan kurang lebih 2 atau 3 kali, subhanallah, mereka menirukan dengan susah payah namun penuh semangat. (Duuh saya berharap dan berdoa agar nur ini masuk menyelinap ke qalbu mereka). Huruf Arab yang dalam bentuk kaligrafi itu saya tunjukan.

" Islam melarang menggambar atau mengimijinasi bentuk Allah" hal ini kami yakinkan kepada mereka, 'kalaupun ada kubus hitam yang bernama Ka'bah itu hanya sebagai patokan untuk sholat ke satu arah, bukan berarti kita menyembah kubus hitam itu" tambah saya. Alakadarnya pula kita terangkan dimana Islam lahir, kapan, berapa jumlah pemeluk Islam sedunia dan berapa pemeluk Islam di London, Scotland, Wales, Irlandia Utara dan Uk secara keseluruhan.

Lalu saya lanjutkan bahwa Tuhan memiliki nabi yang sangat spesial yaitu nabi Ibrahim as, nabi Musa as, nabi Isa as dan Muhammad saw, God had special messengers or prophets Abraham, Moses, Jesus and Muhammad (peace be upon them all) were God's prophets. Sempat saya selipkan bagaimana Muslim menambahkan kata sallalhu 'alaihi wassalam, peace be upon him tatkala kita menyebut nama nabi Muhammad.

Bertutur tentang Muhammad saw, tentang keyatiman beliau sambil juga membandingkan betapa mereka beruntung yang memiliki kedua orang tua, sekaligus memaparkan kesantunan dan kejujuran Rasulullah, tatkala beliau remaja. Kita berupaya untuk menyisakan kesan bahwa Rasul kita adalah semata-mata manusia biasa' yang tidak perlu di kultuskan dan perTuhankan. Muslim tidak membolehkan menggambar Rasulullah karena pesan yang bernama hadith dan sunah Nabi Muhammada lebih penting. Begitu pula kami sampaikan tentang nabi Isa as, yang dikenal sebagi Yesus serta pengakuan kita akan kenabian Nabi Isa as.

Disaat memaparkan mengenai Al-Quran, kapan dan berapa ayat dan berapa lama ayat-ayat Al-Quran ini diturunkan dan berlangsung, kami sampaikan bahwa dari seusia dini anak-anak Muslim sudah belajar membaca Al-Quan bahkan untuk menghafalnya.

Ibu guru menginterupsi, mengatakan bahwa Rania sudah memberikan contoh dan mengajar kami untuk menyebutkan kata kata : 'Bismillahirakhmani rrahiim.. ' ujarnya ' Oh really...that is good, saya sangat terkesan. Rania tanpa malu tersipu mendapat pengakuan dan pujian seperti itu didepan kelas. 'Well Done Rani! saya memberikan pujian atau kredit kepada Rania yang duduk dibelakang bersama teman-temannya.

Diam sejenak, memandang wajah setiap anak. Saya bisa menangkap sesuatu. Kita semua tahu bahwa berbicara didepan anak-anak sesungguhnya tidak mudah, saat saya menangkap wajah yang kelihatannya mengantuk dan mulai menguap, lantas kita lemparkan pertanyaan kepada mereka. 'Are you bored with me atau am I boring? hah, tiba2 mereka menjawab serentak 'Nooooo...' merekapun jadi terbangun lagi dari rasa kantuknya.

Untuk menghilangkan rasa bosan dan kantuk ini segera saya lemparkan pertanyaan tentang agama apa saja yang ada didunia dan yang mereka ketahui tentang Islam. Iibu guru mendorong anak-anak muridnya agar mengatakan apa yang mereka tahu dan baca tentang Islam:: "Come on children tell us what you have learnt about Islam, you have read a lot..." . Mereka mengangkat tangan ingin menyampakan apa yang mereka tahu.Yang lucunya mereka tidak bisa membedakan antara Christian dan Chatolic (Kristen dan katolik)dianggap sebagai dua agama yang berbeda. Itulah yang mereka ketahui.

"Do you have Muslim friends at all..? Secara serempak mereka menoleh ke Rania. Betul-betul Rania mendapat perhatian penuh, ia nampak tersipu malu. 'Only one? tanya saya agak heran. Ah, betul saja ternyata Muslim disitu amat langkanya, begitu super minoritas.

Ibugurupun memerangkan bahwa Rania telah banyak menunjukan bagaimana dia menghafal surat-surat Al-quran dan bahkan menunjukan kepada kami bagaimana sembahyang. Saya merasa kagum dan bangga terhadap sigadis kecil Indonesia ini.

'Now Rani can you show us that you can recite Al-Quran, so everybody can hear it ? pinta saya. Mamahnya Rani meminta: 'Ayo Rani baca surat yang pendek, jangan malu-malu dong. Apa mau baca Al-Fatihah saja ya?' Rani tanpak ragu, tapi akhirnya
ia bersedia, dengan pelan ia melafadzkan surat Al-Fatihah, semua diam, suasana begitu hening, mendengarkan Rania. Begitu selesai, anak-anak bertepuk tangan untuk Rania.

Kini giliran menjawab semua pertanyaan. Subhanallah, mereka berebut untuk bertanya (ah dasar anak Inggris, mereka begitu berani dan sangat pede banget). Sakingan begitu banyaknya yang mengangkat tangan ingin bertanya, terpaksa Ibuguru memilih mereka untuk membacakan pertanyaan yang sudah terpampang dipapan putih.

Sesi Tanya Jawab
Dari sekian banyaknya pertanyaan seperti : 'Apakah Muslim mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan? Kenapa Muslim harus puasa? Bagaimana puasa dan seperti apa menahan lapar serta lemahnya badan kalau kita puasa. Apakah Muslim harus puasa dikala bekerja? Itulah pertanyaan yang mereka ajukan.

Kenapa sembahyang lima kali? Kalau sembahyang kenapa menghadap kubus hitam itu .Do you worship the black cubical ? Why? Kalau kamu bekerja bisakah kamu melakukan sholat ditempat bekerja, berapa lama? Subhanallah, pertanyaan ini menggelitik hati. Akhirnya saya berikan keterangan kenapa kami sholat limakali sehari ' It is a must, also to thanks Allah and to remember Him as our creator, sekaligus menggambarkan bagaimana kalau sholat ini tidak mengganggu aktifitas keseharian kita, bahkan menjadi pengobat lelah selain memenuhi kewajiban, dan sholat adalah fardhu.

Bahkan saya tambahkan bahwa sejak peristiwa 11 September Islam dan Muslim banyak mendapat perhatian. Perhatian itu sendiri ada dua macam tentunya. Yang berminat begitu banyak terhadapa Islam atau sebaliknya'Yes...infact since the 11 September, I am afraid Muslim and Islam received attention, either many people are interested or many of disliked Islam or Muslim but there are more, more people become Muslim. Sambil menambahkan bahwa ' We are hamless people, we are normal like others, like you all, we love peace and harmonious.. . only those idiots has done something against humanity..and media exposed it, make people believed it', eiiih koq tiba tiba saya meloncat bicara soal politik.

Kami menambahkan bahwa justru akhir-akhir ini kami diberi kemudahan bahkan kami ditawarkan ruangan untuk sholat sebelum kami memintanya. Misalnya salah seorang teman kami yang diinterview (kebetulan ia seorang muslimah berjilbab), usai interview ' Do you need room for praying?" . Bahkan disetiap gedung besar seperti di gedung Canary Warf, pegawai Muslim yang ratusan jumlahnya mendapat fasilitas ruangan besar untuk sholat harian dan sholat Jumat di gedung keren dan bergengsi di London : http://www.canarywh arf.com/mainfrm1 .asp

Begitu pula di universitas, siswa Muslim yagn tergabung dalam ISOC (Islamic Society) disediakan satu ruangan sebagai mushola untuk sholat , dan sholat Jumat berjamaah, jadi kehadiran Islam dan Muslim di UK tak bisa dipungkiri .Berkembang pesat. Para guru nampak agak terperangah mendengar keterangan ini, maklum merekaa tinggal di pinggiran London, kota Mottingham yang mayoritas Inggris.

Kota kecil Mottingham ada dibawah naungan Borough of Bromley adalah bagian dari London Borough (setara dengan Kabupaten) yang berpenduduk mayoritas Inggris putih sekitar 91% sedang sisanya adalah Asia dan mungkin dari Afrika atau Afrika. Jarak antara London pusat dan Bromley, tidak jauh, cuma 1/2 jam dengan kereta api yang berada di zona 5

Disaat salah satu murid bertanya mengapa lelaki dan perempuan terpisah pada waktu sholat...ah pertanyaan ini mengingatkan saya pada anak remajaku pada usia yang sama dengan protesnya. Jawabnya tentu harus sesuai dengan daya tangkap mereka: 'You know when we pray, we have to concentrate, focus only to our God Allah, only Him' Imagine if man and women mix together, next each other, you boys will distract to the girls thinking ' wow she look pretty or she got lovely leg...or eyes' hah tiba-tiba tawa mereka memecah kelas. Akhirnya mereka bisa memahami pemaparan saya dengan kapasitas cara fikir pada seusia mereka.

Ibu guru mendorong mereka untuk bertanya lagi, salah seorang mereka mengangkat tangan: 'Why Muslim are not alowed to eat prok?", saya senyum setengah shock tak tahu apa jawabnya, sambil berfikir, saya lempar kembali' Why do you think Muslim are not alow to eat pork, do you know why? saya beri waktu untuk menjawab, "Hemmm..because they are dirty animal" jawabnya. "Anymore..? tanya saya. 'Because they are naughty animal... binatang nakal, ada yang menambahkan.

Akhirnya saya menyimpulkan bahwa Muslim hanya dibolehkan memakan hewan yang makan rumput dan hewan yang tidak bertaring. Sedang babi makan segala macam, apa saja dimakan, tidak peduli. Sepertinya mereka puas dengan jawaban itu.

"Well, I hope you are all happy and now you know what is Islam, but if there is more question you like me to answer please ask me while I am here". Ibu guru yang begitu cermat mendengarkan bertanya' "Are you happy to be Muslim" lalu saya jawab. " " Thank you..yes, I am happy " Saya ulang kembali ' Yes...I am happy and am contented to be Muslim, and even proud to be Muslim too, do you know why?. Because I know why I am coming from, why I am here for, and I know where I am going to when we die, insya Allah, (sakingan terbiasa mengucapkan kata kata ini akhirnya saya terangkan apa arti insya Allah).

Akhrnya saya tutup dan mengucapakana terima kasih atas undangan dan perhatian mereka. Ah, lucu.. secara serempak mereka bertepuk tangan,,, rasa rasanya kami sudah taka terbiasa mendengar applause macam ini.

Ibu guru mendekat dan mengucapkan terima kasih, bahkan sangat menghargai juga bahwa saya menyebut masalah tragedy 11 September. I was going to ask you that, but you have said and clarified it, thank you' ucapnya. Kemudian ia bertanya kalau ia dibolehkan memajang Al-Quran di stand yang terbut dari kayu. Saya katakan boleh, asal jangan ditaruh di lantai.

Dengan segera anak murid berkulit hitam datang mendekat: " Can you leave that Poster for us?", pintanya. Allah Maha Besar!. ' Yes with pleasure you can have it and hang it on the wall' adalah poster Five Pilar of Islam yang saya dapatkan dari kedai buku di Regent Park Mosque, London, yang tinggal satu-satunya, dengan harga diskon £1 saja karena sudah begitu lecek.

Luapan perasaan senang dan terima kasih disampaikan oleh para guru yang hadir, juga anak-anak. Mereka akan mengundang kami lagi, berharap untuk mendengarkan tentang Islam lebih banyak. Saya katakan bahwa yang akan datang akan saya presentasikan dengan PowerPoint yang tentu akan lebih menarik. Akhirnya kami tinggalkan sekolah ini dengan sebongkah rasa bahagia bahwa setidaknya Risalah Islam telah kita sampaikan dan berharap mampu menyelinap dibenak dan qalbu anak-anak dan para guru yang asli Inggirs, yang begitu ramah dan santun bahkan sangat Islami, menurut saya.

Bagaimana dengan anda? Sudahkah anda berda'wah? Disekitar kita, keluarga, sahabat, tetangga, walau hanya satu ayat? Bukankah setiap kita punya kewajiban untuk menyampaikan da'wah dengan kapasitas dan kemampuna kita.

Da'wah sebuah keharusan yang harus dilaksanakan oleh setiap kita sebagai Muslim. Tanpa da'wah, Islam akan segera lenyap dari permukaan bumi ini. Imam Khalifa di Masjid Regent Park, London, mengatakan bahwa minimal 3/4 orang, setiap hari, mengucapkan Syahadat, menyampaikan kesaksian dan akan Allah dan NabiNya, memeluk agama Islam. Allah alam bisawab. (Al Shahida)

Katakanlah (wahai Muhammad!):" Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashiroh (hujjah/ ilmu)yang nyata. MahasuciAllah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musryik".(QS. Yusuf / 12:108)

London, 3 April 2007

www.alshahida. blogdrive. com

Monday, April 23, 2007

menthal healt awarenes

in her fashionable dress, with her shoulder, nova Bryant Sufi looks very much like teenage. But ask her about menthol halt problems in the country and the 29 years old will explain the state of menthal he alt of most Indonesians extensively

Little fingers were dancing fast Sunday as groups of children folded origami birds. Faces excited but in full concentration, the children folded while friends cheered from the side.

"Come on! You can do it!" supporters cheered from the sides, their voices echoing inside the Mega Glodok Kemayoran shopping center in North Jakarta.

Sunday saw the mall transform into a big playground for more than 400 children from Jakarta and surrounding areas.

Children from 42 community libraries across Greater Jakarta joined the second Olympics for Community Libraries, held by volunteer-based non-profit organization 1001BUKU, in conjunction with World Book Day on April 23.

Community libraries are community-based alternative education centers, where children can play and learn outside the official schooling system.

Jakarta has seen significant growth recently in these kinds of community centers, most of which have been initiated by non-government organizations and concerned individuals.

They are usually volunteer-based with sizes varying from solid establishments with vast book and educational toy collections, to small scale libraries with tiny collections in volunteers' garages.

"We're holding this event to give exposure to community libraries. They are vital for children's access to quality reading," said Mochamad Ariyo Faridh Zidni, a 1001BUKU volunteer, who was in charge in organizing the Olympics.

"However, (community libraries) receive very little support from the public. We hope that through this event people will get a heightened awareness and help community libraries," he added.

1001BUKU works to increase children's access to reading material by providing books and empowering community libraries across Indonesia.

Ariyo said the were around 70 community libraries in their network in Greater Jakarta and around 120 across Indonesia.

"This event is also an opportunity for people managing community libraries to meet and share experiences with each other. Meanwhile the kids can have some fun," he said.

Children at the Olympics shouted and sung the local children's song "Bermain Layang-layang" ("Flying Kites") to support their friends.

After making their origami birds, then raced each other to make and hand-paint paper kites.

"This is the creativity marathon competition," Ariyo said of the game.

Girls from the Rumah Cahaya community library in Jatibening, East Jakarta decorated their kite by stamping their paint-smudged hands on it. They were the first to finish the race, taking around 10 minutes to finish.

"It was exciting. We really had to work fast," said Pipit Rosiana, 11.

"I didn't care if we won or not. I'm just having fun here," said Chairunnisa, 11, Pipit's team mate.

Besides the marathon, the Olympics also had children compete to design and color bulletin boards, as well as vie with each other in a storytelling competition.

"We prepared the leads of the stories and the children had to finish the stories as creatively as possible," Ariyo said.

Gunawan, 27, founder of the Kuartet Community Library in Cibubur, said the event was good for the children. Some 31 children from his library came to the event.

"There should be more events like this," he said.

Gunawan said he and his friends set up their community library to give a place for children in their neighborhood to hang out and re

With declining oil and gas revenues and limited prospects for quickly establishing an industrial base, agriculture and fisheries will remain critical sectors for Aceh's economic development after the Tsunami reconstruction comes to an end in 2009.

Today, more than 70 percent of the population depend on natural resource based "livelihoods", mainly farming and fishing, while less than 20 percent of Aceh's population live in Banda Aceh, Lhoksomawe, Langsa, Meulaboh and other "urban" centers. To prevent the likelihood of a return to localized conflicts, these rural families and their potential need to be reintegrated into the development process.

Current estimates show only 20 percent of agricultural potential is being achieved.The decision-makers therefore have to grapple with a dilemma as to whether Aceh should adopt a macro urban-biased or a micro "grass-roots" and rural focussed development strategy. The answer seems clear: They should adopt both. However, the balance between the two should be proportional and tailored to the special conditions of Aceh in 2007, not only taking into account the Tsunami disaster but also three decades of civil conflict. Unfortunately, this balance still needs to be established.

Like in other development scenarios, the challenge of economics is to reconcile the two primary branches of the economics tree: Macro and micro economics. Macro economists view economic development like a solar system. The heat from urban-based centers of development radiates prosperity for all. However, unlike the sun's rays passing easily through space, macro-economic benefits require costly infrastructure and time to reach the populations living in rural areas, far from the urban centers.

Micro-economists focus on smaller economic centers such as local livelihoods units or clusters and micro enterprises. Although deprived of economies of scale and global market opportunities, these smaller economic units have the potential to provide the inputs for developing macro industries and have the distinct advantage that all, not just the urban populations, can participate today, not sometimes besok, later. The macro economic model may not sit well within the new political landscape in which community driven grass-roots development is seen as the key for a prosperous and peaceful Aceh.

Before the tsunami, 1.2 million people (28 percent of the population in Aceh) were living below the poverty line. Since the tsunami, an additional 325,000 people have become vulnerable to fall below the poverty line. The majority of these poor live in the rural areas. It is a well-established fact that the poor often lack land resources, micro enterprise knowledge and access to micro-credit in order to increase income and climb out of poverty.

Poor women are even more disadvantaged by present land tenure and predominantly male social cultures. The importance of Aceh's agriculture and fisheries over the short and medium term suggests that the strategy for both poverty reduction and economic development should place the rural populations at the center.

The current investments in Aceh in agriculture and fisheries, the sectors supporting more than 70 percent of the population in terms of livelihoods and also generating 25 percent of Aceh's GDP, are still low. Under the reconstruction program for Aceh and Nias lead by the Agency for the Rehabilitation and Reconstruction (BRR), only a small percentage (about 2 percent) of the domestically financed 2006 budget was allocated to agriculture.

The Sustainable Economic Development Strategy for Aceh is a macro-economic approach. It is market-driven with significant roles assigned to the local government and the private sector. However this strategy is likely to benefit firstly the urban centers and their populations and lastly the rural poor. There is therefore a definite need for a complementary, community-based and market-driven livelihoods strategy to kick start economic development in the rural areas, so long isolated and eroded through years of conflict.

No doubt, this rural focused micro-economic strategy also needs support and facilitation by both the local government and the private sector. Remaining Tsunami reconstruction funds available with BRR and their donor partners should be used to implement this livelihoods strategy. This would assist in improving the balance between the macro and micro development.

Progress has been made in restoring livelihoods in 2006 by BRR and reconstruction partners including, among others, ADB, IFC, FAO, UNDP, numerous NGOs and of course the communities themselves. To date, about 50,000 hectares of farming land have been rehabilitated and brought back into production through cash for work, community contracts, material support for seeds and fertilizers, and provision of agricultural equipment.

In aquaculture around 6,800 ha or 25 percent of damaged fish ponds and damaged fisheries infrastructure along the north-east and west coasts have been rehabilitated, although many ponds are not yet operating at pre-Tsunami levels. However there is still a long way to go before these local productive assets can be turned into sustainable sources of income for rural families.

One of the larger donors, ADB is contributing over $100 million or more than 30 percent of its $294.5 million grant for the Earthquake and Tsunami Emergency Support Project (ETESP) to rural micro-economic livelihoods programs. These ETESP programs, which put the rural population first, are being implemented in 10 districts of Aceh through the Dinases and BRR.

However major investments like these need an ongoing livelihoods strategy developed by local stakeholders that focuses on realizing the potentials of Aceh and Nias valuable natural and human resources.

A common vision for these livelihoods programs has now been formulated with inputs from the local government, BRR and the concerned agencies. This vision is summarized as: "Profitable livelihoods clusters connected to markets and support services increase family incomes in agriculture, fisheries and non-farm enterprises. Connections centers ensure all families participate in their local community economy development."

The basic principle is that livelihoods clusters increase product volumes and the quality required by the markets and will generate cash to pay for support services such as micro-finance and connections centers. Sub-district connections centers encourage rural producers to work together through local product associations and facilitate those families not able to participate in livelihoods clusters to develop alternative livelihoods. This integrated grassroots livelihoods strategy benefits local poor families and empowers communities to reduce poverty today, not tomorrow.

ad. "We also play games, such as Brain Gymnastics, for the children. Bored children are the ones prone to doing dangerous things, such as taking drugs," he said.

economic hardsship